Monday, August 17, 2009

Pemberian

Seorang pria pergi ke rumah temannya untuk silaturahmi. Dia tinggal selama beberapa hari yang indah bersama rekannya. Ketika waktunya pulang, temannya memberi seekor kuda sebagai hadiah. Pria itu sangat gembira.

Sepuluh hari kemudian, pria itu mengembalikan kuda hadiah. ''Apa yang terjadi,'' kata temannya yang memberi kuda.

''Entah, saya berencana melakukan perjalanan ke berbagai kota. Tapi kuda ini hanya mau ke sini.''

''Oh, begitu. Kuda itu memang lahir dan besar di sini. Dia pasti sangat mengenali dan mencintai kampung ini dan segala sesuatu yang berada di rumahku. Aku paham. Tapi ingat, aku telah memberikannya kepadamu. Bawa ia ke mana engkau pergi.''

''Terimakasih, aku sungguh senang.''
Pria itu lantas menginap lagi beberapa hari untuk mempelajari lingkungan dan perilaku kuda hadiahnya itu. Merasa cukup belajar, ia pun pergi lagi.
Sepuluh hari, terulang lagi. Ia kembali ke rumah temannya membawa kuda. Temannya sekali lagi menyambut gembira dan mengizinkan ia menginap dan memberinya makan. ''Apa lagi ini'' kata temannya itu.

''Sama seperti dulu. Saya pergi ke beberapa kota dan menginap beberapa hari. Sampai di kota ke tiga, kuda ini mengamuk dan berlari lagi ke sini. Aku tak bisa melakukan apa-apa.''

Pemilik rumah memahami apa yang dibutuhkan pria temannya itu. ''Biar aku ajarkan kau mengendalikan kuda itu,'' katanya.
Selama satua bulan, pria itu belajar mengendalikan kuda. Setelah itu ia pergi dan tak kembali lagi.

saat melepas kepergian pria itu, istri pemilik kuda bertanya. ''Mengapa engkau lakukan semuanya. Engkau telah memberinya hadiah dan rela pula mengajari cara mengendalikan kuda itu. Bahkan ia menginap cukup lama di rumah kita.''

Pemilik kuda itu menjawab,'' Kamu dapat memberi hadiah. Tapi ada kemungkinan orang yang kamu beri hadiah tak tahu cara menggunakannya. Supaya benda itu berguna, kamu harus memberitahu cara memakainya. Itu tanggung jawab kita.''

Dengan cara yang sama, Tuhan memberi otak untuk berpikir. Tapi tak semua manusia tahu cara menggunakannya secara tepat. Karena itu Dia bertanggung jawab untuk mengirim utusan supaya kuda itu tak mengakibatkan bencana. tid/ berbagai sumber ( )
(0) Komentar
Khotbah di Masjid
Oleh masyarakat Nasruddin diberi tugas untuk menyampaikan khotbah di masjid setiap hari Jumat. Rupanya tugas itu selalu berat baginya dan ia senantiasa mencari akal agar tidak usah berkhotbah setiap Jumat.

Pada suatu hari Jumat ia mempunyai suatu gagasan yang bagus. Ketika ia tampil di mimbar dan akan menyampaikan khotbahnya, ia berkata dengan suara keras, "Saudara-saudara, apakah Saudara-saudara sudah mengetahui yang akan saya sampaikan dalam khotbah ini?"

Para jemaat itu tentu saja terkejut, menjawab, "Belum, kami belum tahu."
Dengan tenang Nasruddin berkata, "Wah, kalau Saudara belum tahu apa-apa mengenai hal yang begini penting, saya kira akan membuang-buang waktu saja bagi saya untuk berbicara mengenai itu." Sehabis berbicara itu Nasruddin turun dari mimbar dan tidak jadi memberi khotbah.
Hari Jumat berikutnya ia tampil lagi di mimbar dan menyodorkan pertanyaan yang sama seperti pekan sebelumnya.

"Apakah Saudara-saudara tahu mengenai hal yang akan saya bicarakan hari ini?"
Kali ini para jemaat berpikir dan mereka ingat apa yang terjadi seminggu sebelumnya, jadi secara serentak mereka menjawab, "Kami sudah tahu."
Nasruddin pun berkata kepada mereka. "Lha, kalau semua sudah tahu apa yang akan saya sampaikan, saya kira akan membuang-buang waktu saja kalau saya memberi khotbah di sini sekarang."
Dan seperti juga minggu yang sebelumnya, kemudian ia turun mimbar tanpa memberikan khotbah.

Pada hari Jumat ketiga, Nasruddin kembali lagi di mimbar dengan pertanyaan yang sama. "Apakah Saudara-saudara tahu apa yang akan saya sampaikan?"
Kali ini para jemaat agak bingung, ada yang menjawab "Ya" dan ada yang menjawab "Tidak".

"Baiklah," kata Nasruddin. "Beberapa di antara Saudara-saudara tahu apa yang akan saya sampaikan, yang lain tidak tahu, jadi lebih baik yang tidak tahu itu bertanya kepada yang tahu."
Sehabis berbicara itu ia pun turun dari mimbar tanpa memberi khotbah sama sekali.
( humor sufi II)
(0) Komentar
Raja Main Catur
Raja Tabistan sedang main catur dengan seorang lelaki bernama Davamand. Tak lama kemudian, Davamand menjalankan buah caturnya dan berteriak. ''Skak,'' serunya. Raja pun dikalahkan.

Raja Tabistan sangat marah pada Davamand. Ia melempari satu demi satu buah catur di depannya ke kepala Davamand. ''Makan tuh skakmu,'' katanya berang.

Davamand tetap tenang meski kepalanya tertimpuk buah catur. ''Terimakasih yang mulia,'' katanya menyahut.

Rupanya raja tak puas atas kekalahannya. Dia menantang Davamand sekali lagi. Karena tak berdaya, Davamand patuh. Tubuhnya bergetar saat mulai memindahkan buah caturnya. Satu-demi satu buah caturnya memakan buah catur raja. Ia kembali menang.

Namun sebelum sempat meneriakkan skak, ia lari terbirit-birit dan bersembunyi di bawah tujuh lapis permadani.
''Hei, apa yang kau lakukan. Ada apa ini,'' seru raja.
''Skak, skak, dan skak, yang mulia raja Tabistan.''

Related Posts by Categories



0 comments :

Post a Comment

mohon koreksinya apabila salah (CMIIW), silahkan berkomentar dengan baik, penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang anda sampaikan, jadi silahkan anda bertanggung jawab dengan apa yang anda sampaikan, terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat [ baca disclaimer]