Tuesday, August 25, 2009

Jangan Berbuka dengan yang Manis

Saat ini kita menjalankan puasa Ramadhan. Di bulan puasa, sering kita dengar kalimat
`Berbuka puasalah dengan makanan atau minuman yang manis,' katanya.
Konon, itu dicontohkan Rasulullah saw. Benarkah demikian?

Dari Anas bin Malik ia berkata : "Adalah Rasulullah berbuka dengan
Rutab (kurma yang lembek) sebelum shalat, jika tidak terdapat Rutab,
maka beliau berbuka dengan Tamr (kurma kering), maka jika tidak ada
kurma kering beliau meneguk air. (Hadits riwayat Ahmad dan Abu Dawud)

Nabi Muhammad Saw berkata : "Apabila berbuka salah satu kamu, maka
hendaklah berbuka dengan kurma. Andaikan kamu tidak memperolehnya,
maka berbukalah dengan air, maka sesungguhnya air itu suci."

Nah. Rasulullah berbuka dengan kurma. Kalau tidak mendapat kurma,
beliau berbuka puasa dengan air. Samakah kurma dengan `yang
manis-manis' ? Tidak. Kurma, adalah karbohidrat kompleks (complex
carbohydrate) . Sebaliknya, gula yang terdapat dalam makanan atau
minuman yang manis-manis yang biasa kita konsumsi sebagai makanan
berbuka puasa, adalah karbohidrat sederhana (simple carbohydrate) .

Darimana asalnya sebuah kebiasaan berbuka dengan yang manis? Tidak
jelas. Malah berkembang jadi waham umum di masyarakat, seakan-akan
berbuka puasa dengan makanan atau minuman yang manis adalah 'sunnah
Nabi'. Sebenarnya tidak demikian. Bahkan sebenarnya berbuka puasa
dengan makanan manis-manis yang penuh dengan gula (karbohidrat
sederhana) justru merusak kesehatan.

Dari dulu saya tergelitik tentang hal ini, bahwa berbuka puasa
`disunnahkan' minum atau makan yang manis-manis. Sependek ingatan
saya, Rasulullah mencontohkan buka puasa dengan kurma atau air putih,
bukan yang manis-manis.

Kurma, dalam kondisi asli, justru tidak terlalu manis. Kurma segar
merupakan buah yang bernutrisi sangat tinggi tapi berkalori rendah,
sehingga tidak menggemukkan (data di sini dan di sini). Tapi kurma
yang didatangkan ke Indonesia dalam kemasan-kemasan di bulan Ramadhan
sudah berupa `manisan kurma', bukan lagi kurma segar. Manisan kurma
ini justru ditambah kandungan gula yang berlipat-lipat kadarnya agar
awet dalam perjalanan ekspornya. Sangat jarang kita menemukan kurma
impor yang masih asli dan belum berupa manisan. Kalaupun ada, sangat
mungkin harganya menjadi sangat mahal.

Kenapa berbuka puasa dengan yang manis justru merusak kesehatan?

Ketika berpuasa, kadar gula darah kita menurun. Kurma, sebagaimana
yang dicontohkan Rasulullah, adalah karbohidrat kompleks, bukan gula
(karbohidrat sederhana). Karbohidrat kompleks, untuk menjadi glikogen,
perlu diproses sehingga makan waktu. Sebaliknya, kalau makan yang
manis-manis, kadar gula darah akan melonjak naik, langsung. Bum.
Sangat tidak sehat. Kalau karbohidrat kompleks seperti kurma asli,
naiknya pelan-pelan.

Mari kita bicara `indeks glikemik' (glycemic index/GI) saja. Glycemic
Index (GI) adalah laju perubahan makanan diubah menjadi gula dalam
tubuh. Makin tinggi glikemik indeks dalam makanan, makin cepat makanan
itu dirubah menjadi gula, dengan demikian tubuh makin cepat pula
menghasilkan respons insulin.

Para praktisi fitness atau pengambil gaya hidup sehat, akan sangat
menghindari makanan yang memiliki indeks glikemik yang tinggi. Sebisa
mungkin mereka akan makan makanan yang indeks glikemiknya rendah.
Kenapa? Karena makin tinggi respons insulin tubuh, maka tubuh makin
menimbun lemak. Penimbunan lemak tubuh adalah yang paling dihindari
mereka.

Nah, kalau habis perut kosong seharian, lalu langsung dibanjiri dengan
gula (makanan yang sangat-sangat tinggi indeks glikemiknya) , sehingga
respon insulin dalam tubuh langsung melonjak. Dengan demikian, tubuh
akan sangat cepat merespon untuk menimbun lemak.

Saya pernah bertanya tentang hal ini kepada seorang sufi yang diberi
Allah `ilm tentang urusan kesehatan jasad manusia. Kata Beliau, bila
berbuka puasa, jangan makan apa-apa dulu. Minum air putih segelas,
lalu sholat maghrib. Setelah shalat, makan nasi seperti biasa. Jangan
pernah makan yang manis-manis, karena merusak badan dan bikin
penyakit. Itu jawaban beliau. Kenapa bukan kurma? Sebab kemungkinan
besar, kurma yang ada di Indonesia adalah `manisan kurma', bukan kurma
asli. Manisan kurma kandungan gulanya sudah jauh berlipat-lipat banyaknya.

Kenapa nasi? Lha, nasi adalah karbohidrat kompleks. Perlu waktu untuk
diproses dalam tubuh, sehingga respon insulin dalam tubuh juga tidak
melonjak. Karena respon insulin tidak tinggi, maka kecenderungan tubuh
untuk menabung lemak juga rendah.

Inilah sebabnya, banyak sekali orang di bulan puasa yang justru
lemaknya bertambah di daerah-daerah penimbunan lemak: perut, pinggang,
bokong, paha, belakang lengan, pipi, dan sebagainya. Itu karena
langsung membanjiri tubuh dengan insulin, melalui makan yang
manis-manis, sehingga tubuh menimbun lemak, padahal otot sedang
mengecil karena puasa.

Pantas saja kalau badan kita di bulan Ramadhan malah makin terlihat
seperti `buah pir', penuh lemak di daerah pinggang. Karena waham umum
masyarakat yang mengira bahwa berbuka dengan yang manis-manis adalah
'sunnah', maka puasa bukannya malah menyehatkan kita. Banyak orang di
bulan puasa justru menjadi lemas, mengantuk, atau justru tambah gemuk
karena kebanyakan gula. Karena salah memahami hadits di atas, maka
efeknya `rajin puasa = rajin berbuka dengan gula.'



Jadi, saya kira, "berbukalah dengan yang manis-manis" itu adalah
kesimpulan yang terlalu tergesa-gesa atas hadits tentang berbuka
diatas. Karena kurma rasanya manis, maka muncul anggapan bahwa
(disunahkan) berbuka harus dengan yang manis-manis. Pada akhirnya
kesimpulan ini menjadi waham dan memunculkan budaya berbuka puasa yang
keliru di tengah masyarakat. Yang jelas, `berbukalah dengan yang
manis' itu disosialisasikan oleh slogan advertising banyak sekali
perusahaan makanan di bulan suci Ramadhan.

Namun demikian, sekiranya ada di antara para sahabat yang menemukan
hadits yang jelas bahwa Rasulullah memang memerintahkan berbuka dengan
yang manis-manis, mohon ditulis di komentar di bawah, ya. Saya,
mungkin juga para sahabat yang lain, ingin sekali tahu.

Semoga tidak termakan waham umum `berbukalah dengan yang manis'. Atau
lebih baik lagi, jangan mudah termakan waham umum tentang agama.
Periksa dulu kebenarannya.

Kalau ingin sehat, ikuti saja kata Rasulullah: "Makanlah hanya ketika
lapar, dan berhentilah makan sebelum kenyang." Juga, isi sepertiga
perut dengan makanan, sepertiga lagi air, dan sepertiga sisanya
biarkan kosong.

"Kita (Kaum Muslimin) adalah suatu kaum yang bila telah merasa lapar
barulah makan, dan apabila makan tidak hingga kenyang," kata Rasulullah.

"Tidak ada satu wadah pun yang diisi oleh Bani Adam, lebih buruk
daripada perutnya. Cukuplah baginya beberapa suap untuk memperkokoh
tulang belakangnya agar dapat tegak. Apabila tidak dapat dihindari,
cukuplah sepertiga untuk makanannya, sepertiga lagi untuk minumannya,
dan sepertiga lagi untuk nafasnya." (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban dalam Shahihnya yang bersumber dari Miqdam bin Ma'di Kasib)

Semoga bermanfaat.

Wassalaamu `alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Sumber:[Herry Mardian, Yayasan Paramartha], kaskus

Related Posts by Categories



3 comments :

  1. PERTAMAX.....
    mantaf cuy...memang menyerahkan urusan kepada bukan ahlinya itu dapat merusak, apalagi tafsir hadits, kalau keliru ya beginilah jadinya. puasa bukan jadi sehat malah sakit

    ReplyDelete
  2. KEDUAX........
    tapi kebiasaan ibu dirumah pasti masak kolak.....
    gmn tuh..???
    sebelumny sih makan kurma dlu....

    ReplyDelete
  3. KETIGAX...
    bener-bener best article..

    ReplyDelete

mohon koreksinya apabila salah (CMIIW), silahkan berkomentar dengan baik, penulis tidak bertanggung jawab atas apa yang anda sampaikan, jadi silahkan anda bertanggung jawab dengan apa yang anda sampaikan, terima kasih telah berkunjung, semoga bermanfaat [ baca disclaimer]